
sumber: Robert Alexander/Getty Images. Ilustrasi seorang perempuan yang sedang jogging sambil membawa smartphone.
Umpanbalik.id – Konformitas telah menjadi bagian hidup masyarakat modern di era ini. Hal itu membentuk standar sosial masyarakat yang mampu membius manusia untuk mengubah perilakunya demi eksistensi di masyarakat. Begitu pula pada aspek olahraga. Rasanya saat ini kurang afdol jika sedang olahraga namun tidak mengunggah konten di sosial media. Tujuan olahraga bukan lagi sekadar untuk mengeluarkan keringat atau menyehatkan badan, melainkan untuk memberi asupan kepuasan diri di media sosial.
Biasanya di setiap kota pasti ada kegiatan car free day (CFD) atau lapangan luas yang biasa digunakan untuk berolahraga pada minggu pagi. Tempat seperti itu selalu ramai oleh para muda-mudi yang senin sampai sabtunya dipenuhi pekerjaan sibuk yang cukup menyita waktu. Minggu pagi adalah waktu terbaik untuk menyegarkan pikiran serta menyehatkan badan. Lagipula, motivasi jogging juga bisa dilatarbelakangi dengan jajaran penjual makanan ringan sampai berat yang tersusun rapi di suatu sisi arena olahraga.
Jogging merupakan olahraga sederhana penuh manfaat yang dapat dinikmati oleh semua umur dan bisa dijadikan sebagai ajang bersosialisasi antar satu sama lain. Seperti yang dilansir dari Kumparan, seorang pelatih olahraga bernama Bill Bowerman menerbitkan sebuah buku berjudul “Jogging: A Physical Fitness Program All Ages” setelah terkesan dengan program olahraga jogging yang awal mulanya dilakukan di Auckland Jogger Club, Selandia Baru sebagai sosialisasi olahraga ringan yang tidak menjenuhkan. Buku ini laku keras di Amerika dan menyebabkan tren jogging yang semakin dikenal oleh seluruh dunia.
Seperti yang dikatakan oleh Arthur Lydiard, pemilik klub Auckland Jogger Club di atas, jogging dijadikan sebagai olahraga untuk bersosialisasi yang memiliki banyak manfaat. Layaknya kegiatan bersosialisasi, pasti banyak aspek sosial budaya yang melekat pada tiap manusia yang terlibat di dalamnya. Aspek tersebut maksudnya seperti penggunaan pakaian, sepatu, atau alat olahraga lainnya ketika sedang melakukan jogging. Ataupun sekadar pola perilaku antar teman yang dijadikan rutinitas ketika jogging, seperti misalnya wajib melakukan swafoto untuk diunggah di media sosial atau membeli camilan selepas mengeluarkan banyak keringat.
Pada era sekarang, di mana teknologi sudah menguasai dunia, terdapat data dari we are social yang mengungkapkan pengguna internet di Indonesia telah mencapai 202,2 juta per tahun 2021. Kelompok masyarakat yang sangat akrab dengan internet tentunya memiliki media sosial favoritnya. Databoks menerbitkan sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa Instagram merupakan media sosial terfavorit di kalangan Generasi Z yang berusia 16-23 tahun.
Jika dilihat dari data di atas itu saja, maka tentunya tidak bisa dipungkiri bahwa setiap kegiatan termasuk olahraga bisa dijadikan konten baik di instastory ataupun media sosial lainnya. Kelompok usia tersebut sangat terikat dengan media sosial yang menciptakan konformitas atau sebuah standar sosial. Media mengkonstruksi pikiran audience-nya menjadi sesuatu yang kesannya harus selalu diikuti agar tidak tertinggal yang lain.
Seringkali outfit menjadi permasalahan utama ketika ingin melakukan olahraga. Satu set pakaian harus dipastikan dulu standar trendy-nya agar bisa menimbulkan kenyamanan ketika sedang jogging di sebuah tempat umum seperti lapangan besar atau CFD. Sebuah tren seperti model sepatu, model baju atau celana training berkembang layaknya sebuah standar. Nantinya penggunaan outfit ini juga dijadikan sebuah konten di instastory sebagai ajang menunjukkan diri kepada dunia. Pola ini akan selalu berputar yang kemudian menyebabkan sebuah sikap yang sangat tergantung dengan apa yang dikonsumsi melalui media.
Padahal yang terpenting dari pakaian jogging atau olahraga adalah penggunaan bahan yang tepat. Pakaian dengan bahan spandek, katun atau polyester lebih baik digunakan karena dapat mengeringkan keringat pada tubuh dan mampu menjaga suhu tubuh agar tetap dingin. Model pakaian memang penting untuk diperhatikan, namun bukan karena aspek trendy-nya, tetapi karena kecocokan pakaian dengan jenis olahraga yang sedang dilakukan.
Memang tidak bisa dipungkiri, olahraga juga bisa digunakan sebagai alat eksistensi diri. Beberapa orang akan melirik orang lain yang aktif berolahraga sebagai individu yang produktif dan peduli dengan kesehatannya. Maka dari itu, karena dasarnya manusia adalah makhluk yang haus akan validasi, langsung berlomba-lomba untuk menunjukkan dirinya di media sosial lewat outfit trendy dan instastory yang memperbarui kegiatannya.
Hal tersebut didukung oleh penelitian dari Chartrand dan Bargh yang menunjukkan bahwa manusia cenderung untuk mengikuti atau meniru pilihan dari orang lain. Kegiatan sosial yang menyebabkan perilaku ikut-ikutan itu bisa terpengaruh melalui konsumsi media sosial yang sudah sangat erat dengan genggaman.
Namun bukan berarti mengunggah konten di media sosial adalah sesuatu yang dilarang untuk dilakukan. Hanya saja terkadang aktivitas olahraga yang sangat sederhana untuk dilakukan menjadi terhambat akibat adanya tuntutan standar sosial yang tak jelas aturannya. Sebenarnya, dampak positif dari adanya konten olahraga yang disebar pada media sosial juga bisa menimbulkan motivasi bagi seseorang yang melihatnya. Orang lain bisa terpengaruh untuk berlomba melakukan jogging, entah karena ingin mendapat manfaat atau sekadar untuk konten. Apapun alasannya, tidak masalah.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum jogging adalah kondisi tubuh, pakaian yang tepat, atau teknik jogging yang benar daripada memikirkan tuntutan sosial yang tidak jelas artinya. Kebutuhan instastory dapat dikesampingkan daripada menghambat esensi jogging yang sesungguhnya. Jangan khawatir, manfaat jogging tetap terasa walau kita memakai sesuatu yang biasa-biasa saja.
Mungkin jika ingin konten instastory lebih berfaedah atau dilihat ‘wah’ oleh orang lain, bisa menerapkan salah satu tren bernama plogging yang bergerak memungut sampah di jalanan sambil jogging. Selain mendapatkan healthy lifestyle, bisa sekaligus jadi aksi peduli lingkungan, lalu konten instastory di media sosial akan mendapat atensi yang lebih fenomenal.
0 Komentar